Terbaru

Rahasia di Balik Air Kencing Unta

Mr. Unta: Ada apa dengan kencing gue?


MASALAH PERTAMA
HUKUM AIR KENCING UNTA DAN BINATANG-BINATANG YANG HALAL DIMAKAN DAGINGNYA

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini [1]:

PENDAPAT PERTAMA
Air kencing unta tidak najis ini adalah pendapat Malikiyah dan Hanabilah[2], serta sebagian dari ulama Syafi’yah, seperti Ibnu Huzaimah, Ibnu Mundzir, Ibnu Hibban, Abu Sa’id al Isthihri, Royyani[3].

Dalil mereka adalah sebagai berikut:

Dalil pertama:
Hadits ‘Urayinin :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا فَانْطَلَقُوا فَلَمَّا صَحُّوا قَتَلُوا رَاعِيَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاسْتَاقُوا النَّعَمَ فَجَاءَ الْخَبَرُ فِي أَوَّلِ النَّهَارِ فَبَعَثَ فِي آثَارِهِمْ فَلَمَّا ارْتَفَعَ النَّهَارُ جِيءَ بِهِمْ فَأَمَرَ فَقَطَعَ أَيْدِيَهُمْ وَأَرْجُلَهُمْ وَسُمِرَتْ أَعْيُنُهُمْ وَأُلْقُوا فِي الْحَرَّةِ يَسْتَسْقُونَ فَلَا يُسْقَوْنَ

Artinya:
Dari Anas bin Malik berkata, "Beberapa orang dari 'Ukl atau 'Urainah datang ke Madinah, namun mereka tidak tahan dengan iklim Madinah hingga mereka pun sakit. Beliau lalu memerintahkan mereka untuk mendatangi unta dan meminum air kencing dan susunya. Maka mereka pun berangkat menuju kandang unta (zakat), ketika telah sembuh, mereka membunuh pengembala unta Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan membawa unta-untanya. Kemudian berita itu pun sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelang siang. Maka beliau mengutus rombongan untuk mengikuti jejak mereka, ketika matahari telah tinggi, utusan beliau datang dengan membawa mereka. Beliau lalu memerintahkan agar mereka dihukum, maka tangan dan kaki mereka dipotong, mata mereka dicongkel, lalu mereka dibuang ke pada pasir yang panas. Mereka minta minum namun tidak diberi."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas menunjukan bahwa air kencing unta tidak najis, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan ‘Urayinin yang terkena sakit untuk berobat dengan meminum air susu dan air kencing unta. Beliau tidak akan menyuruh untuk meminum sesuatu yang najis. Adapun air kencing hewan-hewan lain yang boleh dimakan juga tidak najis dengan mengqiyaskan kepada air kencing unta.
Hadits di atas juga berlaku bagi semua unta dan semua orang, tidak dikhusukan bagi ‘Urayinin saja, karena pada seperti dalam kaidah ushul fiqh disebutkan bahwa:

العِبرَة بِعُمُومِ اللَّفظِ لَا بِخُصُوصِ السَّبَبِ

Artinya:
“Teks-teks Al-Qur’an dan Sunnah itu yang dipakai adalah keumuman lafadznya, bukan kekhususan sebabnya“[4].

Berkata Ibnu Mundzir:

وَمَن زَعَمَ أَنَّ هَذَا خَاص بِأولَئكِ الأَقوَام فَلم يُصِب ، إِذ الخَصَائِص لَا تَثبُت إِلّا بِدَلِيل  

“Barang siapa yang mengatakan bahwa hadits ini khusus orang-orang tersebut, maka orang itu tidak benar, karena kekhususan itu tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil“[5].

Dalil kedua:
Hadits Anas bin Malik

عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي قَبْلَ أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ فِي مَرَابِضِ الْغَنَمِ

Artinya:
“Dari Anas berkata, "Sebelum masjid dibangun, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shalat di kandang kambing." 
(H.R. Bukhari)
  
Dibolehkan sholat di dalam kandang kambing menunjukkan bahwa air kencing kambing tidak najis, karena kandang kambing pasti ada air kencing dan kotoran kambing.

Dalil ketiga:
Hadits Jabir bin Samurah

حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ فُضَيْلُ بْنُ حُسَيْنٍ الْجَحْدَرِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَوْهَبٍ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي ثَوْرٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَأَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الْغَنَمِ قَالَ إِنْ شِئْتَ فَتَوَضَّأْ وَإِنْ شِئْتَ فَلَا تَوَضَّأْ قَالَ أَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الْإِبِلِ قَالَ نَعَمْ فَتَوَضَّأْ مِنْ لُحُومِ الْإِبِلِ قَالَ أُصَلِّي فِي مَرَابِضِ الْغَنَمِ قَالَ نَعَمْ قَالَ أُصَلِّي فِي مَبَارِكِ الْإِبِلِ قَالَ لَا حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنَا زَائِدَةُ عَنْ سِمَاكٍ ح و حَدَّثَنِي الْقَاسِمُ بْنُ زَكَرِيَّاءَ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى عَنْ شَيْبَانَ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَوْهَبٍ وَأَشْعَثَ بْنِ أَبِي الشَّعْثَاءِ كُلُّهُمْ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي ثَوْرٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِ حَدِيثِ أَبِي كَامِلٍ عَنْ أَبِي عَوَانَةَ

 Dari Jabir bin Samurah bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Apakah kami harus berwudhu karena makan daging kambing?" Beliau menjawab, "Jika kamu berkehendak maka berwudhulah, dan jika kamu tidak berkehendak maka janganlah kamu berwudhu." Dia bertanya lagi, "Apakah harus berwudhu disebabkan (makan) daging unta?" Beliau menjawab, "Ya. Berwudhulah disebabkan (makan) daging unta." Dia bertanya, "Apakah aku boleh shalat di kandang kambing?" Beliau menjawab, "Ya boleh." Dia bertanya, "Apakah aku boleh shalat di kandang unta?" Beliau menjawab, "Tidak" 
(H.R. Muslim)

Dibolehkannya sholat di dalam kandang dalam dua hadits di atas menunjukkan bahwa air kencing kambing adalah suci tidak najis, karena biasanya kandang kambing itu tidak bisa terlepas dari air kencing dan kotoran kambing.

Dalil keempat:
Kaidah Fiqh yang disebut dengan al-Baraah al-asliyah (pada dasarnya segala sesuatu yang belum ada hukumnya itu kembali kepada asalnya) dan asal dari segala sesuatu itu suci termasuk air kencing unta dan kambing,  barang siapa yang menganggapnya najis, maka dia harus mendatangkan dalil dan tidak didapatkan dalil[6].

PENDAPAT KEDUA
Air kencing unta dan sejenisnya adalah najis. Ini adalah pendapat Hanafiyah dan Syafi’iyah[7].

Berkata Qadhi Husain dari Ulama Syafi’iyah:

“Menurut madzhab kami, bahwa apa yang keluar darinya seperti air kencing atau kotoran adalah najis, baik dari binatang yang  dagingnya dimakan atau yang dagingnya tidak dimakan, baik itu kotoran burung, maupun bukan burung“[8].

Mereka berdalil dengan keumuman hadits-hadits yang menunjukkan bahwa air kencing itu najis, diantaranya adalah :

Dalil pertama:
Hadits Ibnu Abbas

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا

Artinya:
Dari Ibnu 'Abbas berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lewat di dekat dua kuburan, lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya keduanya sedang disiksa, dan keduanya disiksa bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena tidak bersuci setelah kencing, sementara yang satunya suka mengadu domba." Kemudian beliau mengambil sebatang dahan kurma yang masih basah, beliau lalu membelahnya menjadi dua bagian kemudian menancapkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Para sahabat pun bertanya, "Wahai Rasulullah, kenapa engkau melakukan ini?" beliau menjawab: "Semoga siksa keduanya diringankan selama batang pohon ini basah." 
(H.R. Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas menjelaskan bahwa orang yang tidak bersuci (cebok)  setelah kencing akan diadzab di dalam kuburan, hal ini menunjukkan bahwa air kencing itu najis, termasuk di dalamnya air kencing hewan yang boleh dimakan.

Dalil kedua:
Hadits orang Badui yang kencing di masjid

عن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ فَقَالَ لَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ

Artinya:
Abu Hurairah berkata, "Seorang Arab badui berdiri dan kencing di Masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda kepada mereka: "Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba air atau dengan seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk membuat kesulitan."
(H.R. Bukhari)

Perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menyiram bekas air kencing dengan air, menunjukkan bahwa air kencing itu najis, termasuk di dalamnya air kencing binatang yang boleh dimakan seperti unta dan kambing.

Dalil ketiga:
Hadits Anas bin Malik

عَنْ أَنس قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَنَزَّهُوا مِنَ الْبَوْلِ ؛ فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنَه

Artinya:
Dari Anas, bahwasanya ia berkata, bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alahi wassalam bersabda : “Bersihkan dari air kencing, karena sesungguhnya kebanyakan adzab kubur itu dari air kencing (yang tidak dibersihkan). 
(H.R. Daruquthni)[9]

KESIMPULAN
Dari dua pendapat ulama tentang hukum air kencing unta, maka yang terlihat kuat dalilnya adalah pendapat yang mengatakan bahwa air kencing unta, kambing dan semua hewan yang boleh dimakan adalah suci dan tidak najis.


MASALAH KEDUA
HUKUM BEROBAT DENGAN MINUM AIR KENCING UNTA

Para ulama membolehkan berobat dengan minum air kencing  unta. Adapun dalil mereka adalah sebagai berikut:

Dalil pertama:
Hadits ‘Urayinin di atas yang menyatakan bahwa bagi kelompok yang mengatakan bahwa air kencing unta tidak najis, maka tidak ada masalah dan dibolehkan berobat dengan sesuatu yang tidak najis.

Bagi yang mengatakan bahwa air kencing unta najis, maka peristiwa dalam hadits tersebut adalah karena darurat. Sehingga dibolehkan berobat dengan air kencing unta walaupun menurut mereka najis - karena darurat.

Berkata Khatib Syarbini:

وَ أَمَّا أَمرُه صلَّى اللُهُ عَليه وسلم العُرنِيِين بِشُربِ أَبوَالِ الإبل فَكَان لِلتّدَاوِى و التَّدَاوِي بِالنَّجَس جَائزٌ عِند فَقدِ الطَاهِرِالذي يَقُوم مَقَامَه

Artinya:
“Adapun perintah Rasulullah saw kepada  al-‘Arayinin untuk meminum kencing unta, tujuannya adalah untuk pengobatan. Dan pengobatan dengan sesuatu yang najis dibolehkan, jika memang yang suci tidak bisa menggantikannya“ [10].

Dalil kedua:
Hadits Ibnu Abbas, bahwasanya Rasulullah bersabda:

إِنَّ فِي أَبْوَالِ الْإِبِلِ وَأَلْبَانِهَا شِفَاءً لِلذَّرِبَةِ بُطُونُهُمْ

“Sesungguhnya dalam air kencing unta dan susunya bisa untuk mengobati sakit perut mereka (rusak pencernaannya).“
(H.R. Ahmad, Thabrani dan Thohawi)[11]

Hadits di atas secara tegas menyatakan bahwa air kencing unta dan susunya adalah obat untuk sakit pencernaan, dan ini menunjukkan kebolehan berobat dengan keduanya.

Dalil ketiga:
Terbukti secara ilmiyah dan uji laboratorium bahwa air kencing unta yang dicampur dengan susu unta dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, diantaranya adalah penyakit  kanker, leukemia (kanker darah),  hepatitis, penyakit gula (diabetes) dan penyakit kulit.

Dr. Faten Abdel-Rahman Khorshid, ilmuwan Saudi yang juga staf King Abdul Aziz University (KAAU) dan Presiden Tissues Culture Unit di Pusat Penelitian Medis King Fahd, setelah melakukan penelitian selama lima tahun di laboratorium menemukan bahwa partikel nano dalam air seni hewan unta dapat melawan sel kanker dengan baik.

Beliau juga mengatakan bahwa air seni unta mengandung zat alami yang bisa membasmi sel berbahaya, serta menjaga sel-sel sehat pada pasien pengidap kanker. Penyakit kanker yang dapat disembuhkan dengan air susu dan air kencing unta meliputi kanker paru-paru, kanker darah, kanker perut, kanker usus besar, tumor otak dan kanker payudara.


REFERENSI

[1]   Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami : 1/160
[2]   Utsaimin, Syarh Mumti’ : 1/208, 227 
[3]   Nawawi, al-Majmu’ : 2/ 549, Ibnu Hajar, Fath al-Bari : 1/404
[4]   Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, 1/89, Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, Beirut, Dar Ihya Kutub al Arabiyah, 1957 : 1/32
[5]   Ibnu Hajar, Fath al-Bari :  1/404
[6]   Ini adalah perkataan Ibnu Mundzir (Fathu al Bari: 1/104),  lihat juga  Utsaimin, Syarh Mumti’ : 1/208, 227) 
[7]   Nawawi, al Majmu’ : 2/ 549 , Khatib Syarbini, Mughni Muhtaj: 1/233
[8]   Qadhi Husain, at-Ta’liqah, Mekkah, Nazar Musthofa Baaz, 2/931
[9]   Imam Daruquthni mengatakan bahwa yang benar dari  hadist ini adalah Mursal, tetapi dalam riwayat Abu Hurairah dan Ibnu Abbas sanadnya shohih (Ibnu Hajar, at-Talkhis: 1/160, Abu Bakar Dinwari, al Mujalasah wa jawahir al Ilmi,  1/323)
[10] Khatib Syarbini, Mughni Muhtaj: 1/233
[11] Berkata al Haitsami: “Di dalamnya ada Ibnu Lahi’ah sedang hadistnya hasan dan pada dirinya ada kelemahan, sedang rijal sanad yang lain bisa dipercaya“

Tidak ada komentar