Terbaru

Integrasi Islam dan Sains

Ada Apa dengan Islam dan Sains?


“Tidak ada peradaban yang berjaya, bahkan bisa eksis, setelah mereka kehilangan kebanggaan dan keterkaitan dengan masa lalunya… “
- Muhammad Asad (Leopold Weiss) -

Islam dan sains, bukanlah padanan istilah yang lazim digunakan dalam dunia akademik. Dalam pendidikan umum, rata-rata ditemui tidak ada pengajaran keterkaitan Islam dengan sains. Bahkan dalam mata pelajaran selain agama Islam sangat jarang dijumpai seorang pengajar berbicara keilmuannya dalam kerangka “Islam”, meskipun masih ada segelintir orang yang masih mengaitkan Islam dengan sains.

Benarkah Islam dan sains tidak memiliki keterkaitan? Ataukah Islam dan sains punya rumahnya sendiri-sendiri dan punya kehidupan sendiri-sendiri? Dalam pemahaman sekuler yang anti “Agama” (Tuhan) itu mungkin saja benar, walaupun tidak sepenuhnya. Namun dalam Islam tidaklah demikian. Segala bentuk ilmu pengetahuan dalam Islam tujuannya hanya satu, “beribadah kepada Allah”.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.
(Q.S. Adz-Dzariyat: 56)

Umat Islam disuruh meneliti alam, bukan malah untuk membuang “Agama” dan merasa bisa hidup tak bergantung kepada siapapun, tapi justru untuk semakin mengenal Penciptanya dan semakin tunduk kepada-Nya, Allah subhanahu wata’ala.

Prof. Dr. Syeikh Muhammad Naquib Al-Attas sebagaimana dikutip oleh Adian Husaini dalam Filsafat Ilmu (2013) memberikan gambaran singkat tentang tujuan ilmu yang juga merupakan tujuan utama pendidikan-yaitu:
“The purpose for seeking knowledge in Islam is to inculcate goodness or justice in man as individual self. The aim education in Islam is therefore to produce a good man… the fundamental element inherent in the Islamic concept of education is inculcation of adab…”
(Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam and Secularism (Kuala Lumpur: ISTAC, 2003)

Berbicara tentang sains Islam Dr. Wendi Zarman, M.Si. mengatakan setidaknya ada tiga bentuk pembagiannya:
1. Kajian filosofis: Mencakup epistimologis, konsep ilmu, teori-teori dan lain-lain.
2. Kajian Sejarah: Bagaimana dulu umat Islam membuat astronomi, matematika dan lain-lain.
3. Penerapan dimasa sekarang.

Ada hal yang tidak disadari oleh kebanyakan Umat Islam, yaitu besarnya pengaruh Peradaban Islam terhadap perkembangan Sains Modern. Namun kebanyakan umat Islam tidak mengetahui sejarah besar dan pengaruh peradaban Islam terhadap peradaban (sains) modern. Sehingga tidak timbul kebanggan terhadap Islam itu sendiri dan malah mengagung-agungkan peradaban Barat yang jika ditarik kedalam sejarah peradaban Barat itu sendiri tidak akan ada tanpa sumbangsih peradaban Islam.

Inilah pentingnya mengetahui jati diri dalam bingkai sejarah. Setidaknya ada beberapa hal penting dalam memahami sejarah (sains) Islam, yaitu:
1. Menumbuhkan kebanggaan (Pride).
2. Memahami framework (cara berpikir) perkembangan sains Islam di dunia Islam.
3. Memberi pelajaran untuk menghadapi masa depan.

Bahkan, Muhammad Asad (Leopold Weiss) dalam bukunya, Islam at the Crossroads, menulis,
“No civilization can prosper – or even exist, after having lost this pride and the connection with it’s own past…”
“Tidak ada peradaban yang berjaya, bahkan bisa eksis, setelah mereka kehilangan kebanggaan dan keterkaitan dengan masa lalunya… “

Bahkan untuk melemahkan rakyat Indonesia dalam perlawanannya terhadap penjajah, Thomas Stamford Raffles membuat sebuah buku tentang sejarah (palsu) untuk memberikan jati diri baru yang jauh dari nilai Islam, untuk melemahkan perjuangan (jihad) ketika itu. Buku itu berjudul “History of Java”.

Sains Yunani Kuno (5 SM – 1/2 SM)
Yunani (khususnya Athena) penduduknya merupakan pecinta ilmu. Para peneliti sains (Filsuf) adalah orang yang tidak (banyak) kerja, sehingga kegiatan mereka adalah meneliti. Tujuan belajar saat itu masih pada kontemplasi (mencari kebijaksanaan), hanya tertarik pada premis dasar (esensi) yang tetap dari pada partikular yang berubah. Pada saat tersebut sains hanya berupa pemikiran spekulatif (teori), tidak ada pengukuran, data dan pengamatan.

Sains Eropa Abad Kegelapan (5 M – 15 M)
Bisa dikatakan awal masa kegelapan di Eropa (dark age) diawali dengan ditetapkannya agama kristen sebagai agama resmi kerajaan Romawi ketika itu. Teologi kristen merupakan penghambat berkembangnya ilmu pengetahuan ketika itu. Dalam teologi Kristen, Nabi Adam telah berdosa karena melanggar perintah Tuhan sehingga dikeluarkan dari surga (ini disebut juga dosa asal atau original sin). Dunia ini terkutuk, tempat dihukumnya Adam dan Hawa beserta anak keturunannya sedang kebaikan itu tidak di dunia melainkan hanya pada kerajaan Tuhan. Gereja merupakan wakil Tuhan di bumi. Alam dalam teologi Kristen bukan merupakan hal yang penting untuk diketahui karena dunia ini bukanlah sesuatu yang baik. Sehingga pada masa ini sains tidak berkembang. Setiap buku/penelitian dan sejenisnya harus mendapat restu dan persetujuan gereja sebagai wakil Tuhan di bumi. Sehingga dengan kondisi seperti ini Eropa berada dalam masa kegelapan.

Kedatangan Islam (6 M)
Islam berbeda sama sekali dengan Kristen. Dalam kepercayaan terhadap Tuhan pun Islam menyuruh umatnya untuk berilmu. Bahkan dalam Islam seorang muslim wajib hukumnya menuntut ilmu, termasuk sains. Alam bukan bagian dari Tuhan, tetapi merupakan ayat-ayat-Nya yang disuruh untuk meneliti dan mempelajarinya guna untuk semakin menambah keimanan dan juga bermanfaat bagi umat manusia. Dalam Islam tidak ada permasalahan antara teologis dengan sains seperti pada Kristen. Sehingga ketika berabad-abad Eropa dalam kegelapan dan kebodohan, ketika itu Islam sudah mencapai pada level “kejayaan” sains dan ilmu pengetahuan ketika itu.

Budaya Ilmu dalam Islam
Dalam Islam, agama justru menjadi pendorong utama perkembangan ilmu pengetahuan. Umat Islam juga menerjemahkan karya-karya sebelumnya, menganalisis, mengoreksi dan mengadaptasinya (setelah proses seleksi). Islam juga menjadikan umatnya menciptakan budaya ilmu. Prof. Dr. Moh. Nor Wahn Daud dalam bukunya “Budaya Ilmu” menjelaskan tentang budaya ilmu, yaitu suatu keadaan dimana ilmu merupakan kebaikan tertinggi, setiap lapisan masyarakat terlibat kegiatan keilmuan dan segala tindakan manusia diputuskan dengan ilmu.

Dalam sejarah peradaban Islam orang berilmu dipandang sebagai orang yang mulia, berbeda dengan para Ilmuan yang mendapat ancaman dari gereja (dark age) bahkan terancam hukuman mati. Bahkan universitas pertama di dunia didirikan pertama kali oleh peradaban Islam, tahun 859 M di Maroko, University of Karouine. Kemudian pada tahun 975 ada Universitas Al-Azhar, Mesir. Univeristas tersebut telah berdiri 300 tahun lebih dulu dibanding Oxford University.

Dalam kejayaan peradaban Islam tersebut Penguasa mendukung perkembangan ilmu ketika itu. Ulama/Ilmuan menjadi tokoh sentral dalam kehidupan masyarakat. Maraknya perkembangan ilmu dan didirikannya lembaga-lembaga pendidikan. Di Cordoba pada abad ke-10 tedapat 600 masjid, jalan-jalan sudah beraspal batu, sedang dimalam hari terang bermandi cahaya. Hal sebaliknya justru terjadi di Paris. Hingga abad ke-13 tidak ada pengerasan jalan, kotor dan ketika malam datang hanya berkemul kegelapan. Pun terjadi di London hingga abad ke-14 jalanan ibu kota tersebut merupakan wadah kotoran yang nyaris tak bisa dilalui.

Perpustakaan
Kejayaan peradaban Islam tidak terlepas dari budaya ilmu. Perpustakaan-perpustakaan banyak dibangun, tidak hanya dibangun pemerintah namun dibangun juga oleh pribadi-pribadi. Karena membangun perpustakaan ketika itu telah menjadi gaya hidup bagi orang-orang yang mampu. Perpustakaan dihibahkan bagi para peneliti dan pelajar yang ingin mengkaji ilmu dengan gratis. Bahkan tercatat perpustakaan yang cukup terkenal adalah Bait Al-Hikmah yang didirikan pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid. Di Tunisia terdapat masjid Az-Zaytuna (1312) yang menyimpan lebih dari 100 ribu volume buku.

Al-Qur’an dan Sains
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam. Al-Qur’an merupakan wahyu Allah sebagai petunjuk bagi orang-orang yang beriman. Al-Qur’an merupakan sumber hukum pertama dan utama. Al-Qur’an bukanlah kitab sains, akan tetapi di dalamnya terdapat perintah/isyarat yang menginspirasi manusia untuk menelaah dan meneliti tentang ciptaan Allah, meneliti alam semesta. Namun, setiap tujuan penelitian itu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu, juga terdapat manfaat dan kemaslahatan bagi kesejahteraan hidup manusia.

Transformasi Sains dari Islam ke Barat
Ketika daerah-daerah muslim di Eropa ditaklukan, seperti di Andalusia (Spanyol, Portugal), Catalonia, Toledo, Sisilia dan lain-lain (Italia). Di daerah inilah transformasi sains paling awal berlansung. Penerjemahan karya-karya muslim seperti filsafat, astronomi, kedokteran, matematika, fisika, kimia dan lain-lain. Karya-karya ilmuan muslim tersebut diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Latin (abad 11/12).

Pada abad ke-11 dimulailah pendirian universitas di Eropa dan pada abad ke-15 terjadilah Renaissance (kelahiran kembali) di Eropa (dan saat ini pun Kristen disekulerkan). Bahkan ditemukan karya Copernicus, “Certain Technical Details of Copernicus” yang identik dengan apa yang di buat oleh Nashiruddin Ath-Thusi.

Tidak hanya Copernicus, masih banyak Ilmuan yang lain dengan kejadian serupa. “Tanpa Islam tidak ada Renaissance di Barat”. Bahkan sampai sekarang pengkajian karya-karya Ilmuan Muslim masih dikaji oleh para Ilmuan Barat. Islam dan sains sebenarnya memiliki sejarah dan keterkaitan yang erat. Ketika Barat mengatakan sains tidak akan berkembang dengan campur tangan agama (red: Kristen). Hal itu benar sesuai sejarah mereka yang kelam ketika masa kegelapan (dark age) dengan campur tangan dan rintangan dari gereja. Namun hal tersebut tidak terjadi dalam Islam. Islam justru menjadi pelopor bagi perkembangan sains bagi dunia.
“Tanpa Islam tidak ada Renaissance di Barat”

Diambil dari:

Tidak ada komentar